Efek aspirin pada anak
Aspirin yang dikenal sebagai obat pereda nyeri (analgesik), anti-inflamasi (antiperadangan), dan penurun demam (antipiretik) tidak dianjurkan untuk anak-anak. Obat itu menimbulkan sindrom Reye.
Hal itu dikatakan dokter spesialis anak dari RSCM, dr Hindra Irawan Satari SpA, dan dari Rumah Sakit Sumber Waras, dr Tatang Kustimansamsi SpA, kepada Pembaruan di Jakarta, Rabu (28/8).
Menurut Hindra, para dokter kini tidak meresepkan aspirin (salisilat) untuk menurunkan demam pada anak-anak. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) beberapa waktu lalu merekomendasikan agar aspirin, juga berbagai produk yang mengandung aspirin (asetilsalisilat, asetilsalisilik, asam salisilik), tidak diberikan kepada anak berusia kurang dari 19 tahun.
Aspirin, kata Tatang, bisa merusak fungsi hati (liver) sehingga menimbulkan sindrom Reye. Untuk meredakan nyeri dan menurunkan demam pada anak-anak, saat ini dianjurkan parasetamol (asetaminofen) karena efek sampingnya rendah dan harganya terjangkau.
"Zaman dahulu, aspirin banyak digunakan dan dianggap sebagai obat yang cukup ampuh, tetapi kemudian dilaporkan kejadian sindrom Reye karena aspirin. Parasetamol saat ini menjadi pilihan utama, namun dosisnya juga harus diperhatikan," kata Hindra.
Sindrom Reye
Tatang menyebutkan, sindrom Reye tidak hanya terjadi pada anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Sindrom itu disebabkan oleh aspirin dan berbagai virus, seperti virus influenza, virus cacar air, maupun virus yang menyebabkan diare.
Organ tubuh yang banyak diserang virus adalah liver dan otak dengan gejala demam tinggi, kejang, tidak sadar, dan diare.
Jika ada orang yang demam, kejang, atau diare secara bergantian sehari sampai dua hari, sebaiknya memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan untuk memastikan apakah mengidap sindrom Reye atau hanya demam biasa. Itu bisa diketahui melalui pemeriksaan darah dan biopsi liver.
Pemeriksaan darah secara umum dan fungsi hati tidak sulit dilakukan di Indonesia. Tetapi, pemeriksaan kadar amoniak (NH3) sulit dilakukan karena peralatan yang terbatas. Kadar amoniak yang tinggi di dalam darah membuat seseorang kejang. Sedangkan biopsi liver untuk memastikan sindrom Reye dilakukan bekerja sama dengan pihak Singapura.
"Setiap tahun, ada kasus sindrom Reye meskipun kejadiannya tidak tinggi. Sindrom Reye, jika diobati, bisa sembuh total. Tetapi ada yang sembuh, namun karena otak sudah rusak, lalu timbul kecacatan, misalnya sulit bicara. Yang perlu diketahui, tidak setiap cacar atau influenza menimbulkan sindrom Reye," ujarnya.
Parasetamol
Sementara itu, ahli biokimia dari Universitas Nasional, Dr Ernawati Sinaga Apt, menuturkan beberapa obat untuk anak-anak masih mengandung salisilat.
Aspirin bersifat mengencerkan darah sehingga orang yang mengalami masalah pada saluran cerna (maag) tidak dianjurkan meminumnya, kecuali jika dalam bentuk mikrogranulasi. Aspirin dibalut sehingga tidak pecah di lambung dan diserap di usus.
Menurut Sinaga, karena sifatnya mengencerkan darah, aspirin banyak digunakan sebagai obat penyakit jantung koroner dan penyakit rematik.
Demikian juga dengan parasetamol, dipakai untuk terapi rematik. Pemakaian aspirin sebagai obat rematik, ujar Tatang, perlu diawasi. Sedangkan parasetamol tidak dianjurkan bagi orang yang mengalami gangguan fungsi liver.
Selain aspirin dan parasetamol, ibuprofen (obat antiradang bersifat nonsteroid) juga dipakai pada anak-anak untuk menurunkan demam dan pereda nyeri.
Untuk anak-anak, dosis parasetamol berkisar 10-15 miligram/kilogram berat badan. Meminum sekaligus lebih dari sepuluh kali dosis yang dianjurkan bisa meracuni (merusak) hati.
Parasetamol dapat diberikan secara oral, rektal (dubur), dan pre-obat parenteral (melalui pembuluh darah) yang kerap digunakan pascaoperasi.
Jika diberikan secara oral (tablet dan cairan), obat itu diserap cepat di usus halus dengan bioavailabilitas berkisar 85 sampai 98 persen.
Dengan waktu paro tiga sampai empat jam, akumulasi tidak terjadi pada dosis yang dianjurkan.
Oleh karena itu penggunaan aspirin sangat tidak dianjurkan terhadap anak-an
Hal itu dikatakan dokter spesialis anak dari RSCM, dr Hindra Irawan Satari SpA, dan dari Rumah Sakit Sumber Waras, dr Tatang Kustimansamsi SpA, kepada Pembaruan di Jakarta, Rabu (28/8).
Menurut Hindra, para dokter kini tidak meresepkan aspirin (salisilat) untuk menurunkan demam pada anak-anak. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) beberapa waktu lalu merekomendasikan agar aspirin, juga berbagai produk yang mengandung aspirin (asetilsalisilat, asetilsalisilik, asam salisilik), tidak diberikan kepada anak berusia kurang dari 19 tahun.
Aspirin, kata Tatang, bisa merusak fungsi hati (liver) sehingga menimbulkan sindrom Reye. Untuk meredakan nyeri dan menurunkan demam pada anak-anak, saat ini dianjurkan parasetamol (asetaminofen) karena efek sampingnya rendah dan harganya terjangkau.
"Zaman dahulu, aspirin banyak digunakan dan dianggap sebagai obat yang cukup ampuh, tetapi kemudian dilaporkan kejadian sindrom Reye karena aspirin. Parasetamol saat ini menjadi pilihan utama, namun dosisnya juga harus diperhatikan," kata Hindra.
Sindrom Reye
Tatang menyebutkan, sindrom Reye tidak hanya terjadi pada anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Sindrom itu disebabkan oleh aspirin dan berbagai virus, seperti virus influenza, virus cacar air, maupun virus yang menyebabkan diare.
Organ tubuh yang banyak diserang virus adalah liver dan otak dengan gejala demam tinggi, kejang, tidak sadar, dan diare.
Jika ada orang yang demam, kejang, atau diare secara bergantian sehari sampai dua hari, sebaiknya memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan untuk memastikan apakah mengidap sindrom Reye atau hanya demam biasa. Itu bisa diketahui melalui pemeriksaan darah dan biopsi liver.
Pemeriksaan darah secara umum dan fungsi hati tidak sulit dilakukan di Indonesia. Tetapi, pemeriksaan kadar amoniak (NH3) sulit dilakukan karena peralatan yang terbatas. Kadar amoniak yang tinggi di dalam darah membuat seseorang kejang. Sedangkan biopsi liver untuk memastikan sindrom Reye dilakukan bekerja sama dengan pihak Singapura.
"Setiap tahun, ada kasus sindrom Reye meskipun kejadiannya tidak tinggi. Sindrom Reye, jika diobati, bisa sembuh total. Tetapi ada yang sembuh, namun karena otak sudah rusak, lalu timbul kecacatan, misalnya sulit bicara. Yang perlu diketahui, tidak setiap cacar atau influenza menimbulkan sindrom Reye," ujarnya.
Parasetamol
Sementara itu, ahli biokimia dari Universitas Nasional, Dr Ernawati Sinaga Apt, menuturkan beberapa obat untuk anak-anak masih mengandung salisilat.
Aspirin bersifat mengencerkan darah sehingga orang yang mengalami masalah pada saluran cerna (maag) tidak dianjurkan meminumnya, kecuali jika dalam bentuk mikrogranulasi. Aspirin dibalut sehingga tidak pecah di lambung dan diserap di usus.
Menurut Sinaga, karena sifatnya mengencerkan darah, aspirin banyak digunakan sebagai obat penyakit jantung koroner dan penyakit rematik.
Demikian juga dengan parasetamol, dipakai untuk terapi rematik. Pemakaian aspirin sebagai obat rematik, ujar Tatang, perlu diawasi. Sedangkan parasetamol tidak dianjurkan bagi orang yang mengalami gangguan fungsi liver.
Selain aspirin dan parasetamol, ibuprofen (obat antiradang bersifat nonsteroid) juga dipakai pada anak-anak untuk menurunkan demam dan pereda nyeri.
Untuk anak-anak, dosis parasetamol berkisar 10-15 miligram/kilogram berat badan. Meminum sekaligus lebih dari sepuluh kali dosis yang dianjurkan bisa meracuni (merusak) hati.
Parasetamol dapat diberikan secara oral, rektal (dubur), dan pre-obat parenteral (melalui pembuluh darah) yang kerap digunakan pascaoperasi.
Jika diberikan secara oral (tablet dan cairan), obat itu diserap cepat di usus halus dengan bioavailabilitas berkisar 85 sampai 98 persen.
Dengan waktu paro tiga sampai empat jam, akumulasi tidak terjadi pada dosis yang dianjurkan.
Oleh karena itu penggunaan aspirin sangat tidak dianjurkan terhadap anak-an
0 komentar:
Posting Komentar